Jumat, 17 Mei 2013

Paradigma menurut pemikiran Thomas kuhn


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan (epistemologi), paradigma epistemologi positivistik telah merajai bidang ini, dan telah bercokol selama berpuluh-puluh tahun. Tetapi sekitar dua atau tiga dasarwarsa terakhir ini, terlihat perkembangan baru dalam filsafat ilmu pengetahuan. Perkembangan ini sebenarnya merupakan upaya pendobrakan atas filsafat ilmu pengetahuan positivistik yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti thomas S. Kuhn, paul feyerabend,N,R.Hanson, Robert Palter,Stephen Toulmin, serta Imre Lakatos.
Kuhn khususnya, juga mengkritik doktrin-doktrin filsafat tertentu seperti Boconian, pandangan tentang verifikasi, falsifikasi, probalistik, serta penerimaan dan penolakan teori-teori ilmiah.
Sejarah ilmu yang semula praktis menjadi semacam upaya untuk melihat urutan kronologis prestasi-prestasi ilmiah individual yang semakin ketat,teliti,sehingga dari sini semakin menemukan banyak fakta sejarah dalam peerkembangan ilmu yang ternyata berperan besar yang sebelumnya tak terlihat sedikit pun.penemuan-penemuan baru ini meruntuhkan berbagai mitos ilmiah yang terkontruksi sebelumnya.
Ciri khas yang membedakan model filsafat ilmu baru ini dengan model filsafat yang terdahulu adalah perhatian besar terhadap sejarah ilmu dan filsafat sains. Dan peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi. Bagi Kuhn sejarah ilmu merupakan starting point dan kaca mata utamanya dalam menyoroti permasalahan-permasalahan fundamental dalam epistemologi, yang selama ini masih menjadi teka-teki. Dengan kejernihan dan kecerdasaan fikiran,ia menegaskan bahwa sains pada dasarnya lebih dicirikan oleh paradigma dan refolusi yang menyertainya. Dan Menurutnya, dalam setiap perkembangan ilmu pengetahuan selalu terdapat dua fase yaitu; normal science dan revolutionary science. Singkatnya, normal science adalah teori pengetahuan yang sudah mapan sementara revoutionary science adalah upaya kritis dalam mempertanyakan ulang teori yang mapan tersebut dikarenakan teori tersebut memang problematis.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Siapa Thomas S. Khun?
2.      Bagaimana pengertian paradigma?
3.      Bagaimana terjadinya paradigma Thomas S. Kuhn untuk mengembangkan suatu keilmuannya?
4.      Bagaimana anomali dan munculnya penemuan baru?
5.      Bagaimana permasalahan dan keutamaanya revolusi sains?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi  Thomas S. Kuhn
Thomas S. Kuhn dilahirkan di  Cicinnati, Ohio pada tanggal 18 juli 1922. Kuhn lahir dari pasangan Samuel L, Kuhn seorang Insinyur industri dan Minette Stroock Kuhn. Dia mendapat gelar B.S di dalam ilmu fisika dari Harvard University pada tahun 1943 dan M.S. Pada tahun 1946. Khun belajar sebagai fisikawan namun baru menjadi pengajar setelah mendapatkan Ph.D dari Harvard pada tahun 1949. Tiga tahunnya dalam kebebasan akademik sebagai Harvard Junior Fellow sangat penting dalam perubahan perhatiannya dari ilmu fisika kepada sejarah(dan filsafat) ilmu. Dia kemudian diterima di Harvard sebagai asisten profesor pada pengajaran umum dan sejarah ilmu atas usulan presiden Universitas James Conant (Aprillin, 2010).
Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas Berkeley di California sebagai pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia menjadi profesor sejarah ilmu pada 1961. Di berkeley ini dia menuliskan dan menerbitkan bukunya yang terkenal The Structure Of Scientific Revolution pada tahun 1962. Pada tahun 1964 dia menjadi profesor filsafat dan sejarah seni di Princeton pada tahun 1964-1979. Kemudian di MIT sebagai professor filsafat. Tetap di sini hingga 1991(Muslih, 2004).
Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchial tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel lecturer pada tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak penghargaan lain (Muslih, 2004).
Karya Kuhn cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari filsuf ilmu dan ilmuan adalah The Structure of Scientific Revolution,sebuah buku yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan dalam kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset dan sejarah serta filsafat sains.
2.2 Pengertian Paradigma
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, paradigma dapat diartikan sebagai model dalam teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir (Alwi, 2002). Paradigma menurut Kuhn adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoretis yang umum (merupakan sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri (Surajiyo, 2008). Kuhn menjelaskan paradigma dalam dua pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma menunjukan sejenis unsur pemecahan teka-teki yang konkret yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit menjadi dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang belum tuntas. Secara singkat paradigma dapat diartikan sebagai ”keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena)”.
Ada empat cara berfikir berdasarkan dikotomi pengaruh antara individu dan masyarakat:
1)      Dikotomi muncul akibat asumsi umum bahwa individu dapat membentuk atau mengubah masyarakat.
2)      Dikotomi muncul akibat asumsi umum bahwa” individu merupakan produk dari masyarakat  (individual is created society)
3)      Dikotomi dari kedua pendapat itu disintensiskan dalam model yang dimiliki perspektif yang tersangkut paut dalm hubungan antara anggota masyarakat.
4)      Model terakhir ini akan menghasilkan gambaran yang menyambung. Disatu sisi langsung proses socialization yang terjadi ketika individu mendapat pengaruh kuat dari lingkungan sosial, individu akan menyesuaikan diri dengan pola-pola yang berlaku di masyarakat.
Pandangan antara paradigma ilmu pengetahuan tampaknya berubah antar waktu. Perkembangan subtansi paradigmatik dalam tulisan ini akan dikupas lengkap, berawal dari paradigma positivisme, postpositivisme, critical theory, dan konstruktivisme. Perubahan paradigma dalam ilmu pengetahuan mengcakup seluruh aspek paradigma. Dari beberapa kasus perubahan paradigma ilmu pengetahuan yang telah di paparkan, arah yang mencapai memang di utarakan berupa perkembangan. Kemapanan dan munculnya spesialisasi ilmu menjadi harapan dari perubahan tersebut. Perubahan tersebut berhubungan timbal balik dengan perubahan  kehidupan manusia yang menjadi pendukungnya, termasuk terutama perkembangan di kalangan ilmuan.
Ilmu sebagai Paradigma
Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fundamental tentang image atau konsep ilmu yang telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari empirisme dan rasionalisme klasik.  Dalam teori Kuhn, faktor sosiologis historis serta fsikologis mendapat perhatian dan ikut berperan. Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya, yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasionalis dan empiris klasik.
Kuhn dengan mendasarkan pada sejarah ilmu, berpendapat bahwa terjadinya perubahan-perubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk membuktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau itern, melainkan berlangsung melalui revolusi-revolusi ilmiah. Dengan kata lain, Kuhn berdiri dalam posisi melawan keyakinan yang mengatakan bahwa kemajuan ilmu berlangsung secara kumulatif. Ia mengambil posisi alternatif bahwa kemajuan ilmiah pertama-pertama bersifat revolusioner. Secara sederhana yang dimaksud dengan revolusi ilmiah oleh Kuhn adalah segala perkembangan nonkumulatif yakni paradigma yang terlebih dahulu ada (lama) diganti keseluruhan ataupun sebagian dengan yang baru. Dengan penggunaan istilah paradigma itu, Kuhn hendak menunjuk pada sejumlah contoh praktik ilmiah aktual yang diterima atau diakui dalam lingkungan komunitas ilmiah, menyajikan model-model penelitian ilmiah yang terpadu (koheren). Contoh praktek ilmiah itu mencakup dalil,  teori, penerapan dan instrumentasi. Dengan demikian, para ilmuan yang penelitiannya didasarkan pada paradigma yang sama, pada dasarnya terikat pada aturan dan standar yang sama dalam mengemban ilmunya. Keterikatan pada aturan dan standar ini adalah prasyarat bagi adanya ilmu normal. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa paradigma itu adalah cara pandang atau kerangka berpikir yang berdasarkan fakta atau gejala diinterpretasi dan dipahami.
2.3 Proses Pengembangan Ilmu menurut pandangan kuhn
Paradigma dan Normal Science
Konsep sentral kuhn adalah apa yang dinamakan dengan paradigma. Istilah ini tidak dijelaskan secara konsisten, sehingga dalam berbagai keterangan sering berubah konteks dan arti. Pemilihan kata ini erat kaitannya dengan sains normal, yang oleh kuhn dimaksudkan untuk mengemukakan bahwa seberapa contoh praktik ilmiah nyata yang diterima (yaitu contoh-contoh yang sama-sama menyangkut dahlil,teori,penerapan dan instrukmentasi) telah menyajikan model-model daripadanya lahir tradisi-tradisi tertentu dari riset ilmiah. Atau dengan kata lain, sains normal adalah kerangka referensi yang mendasari sejumlah teori maupun praktik-praktik ilmiah dalam periode tertentu.
Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal, dimana para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkannya secara terperinci dan mendalam, karna tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar.dalam tahab ini, ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya, dan selama menjalankan riset ini, ilmuwan bisa menjumpai berbagai fenonema yang tidak bisa diterangkan dengan teorinya. Inilah yang disebut anomali. Jika anomali ini kian menumpuk dan kualitasnya semakin meninggi, maka bisa timbul krisis. Dalam krisis inilah, paradigma mulai dipertanyakan. Dengan demikian, sang ilmuwan sudah keluar dari sains normal. Untuk mengatasi krisis itu, ilmuan bisa kembali lagi pada cara-cara itu atau mengembangkan suatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan bimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi ilmiah.
Dari sini tampak bahwa paradigma pada saat pertama kali muncul itu sifatnya terbatas, baik dalam cakupannya maupun dalam ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil daripada saingannya dalam memecahkan beberapa masalah yang mulai diakui oleh kelompok pelaku praktik bahwa masalah-masalah itu rawan.
Keberhasilan sebuah paradigma semisal analisis aristoteles tentang gerak, atau perhitungan ptolemeus tentang kedudukan janji akan keberhasilan yang dapat ditemukan dalam contoh pilihan dan belom lengkap. Ini pun sifatnya masih terbatas, dan ketepatanya masih dipertanyaakan. Dalam perkembangan selanjutnya, secara dramatis, ketidak berasilan teori Ptolemeus betul-betul terungkap ketika munculnya paradigma baru dari Copernicus.
Contoh lain tentang hal ini, misalnya, bisa dilihat pada bidang fisika yang berkenan dengan teori cahaya. Mula-mula cahaya dinyatakan sebagai foton, yaitu maujud mekanis kuantum yang memperlihatkan beberapa karakteristik gelombang dan beberapa karakteristik partikel. Teori ini menjadi landasan riset selanjutnya, yang hanya berumur setengah abad ketika muncul teori baru dari Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sangat halus. Teori ini pun sempat diterima oleh hampir semua praktisi sains optika, kemudian muncul teori baru yang bisa dikatakan lebih "unggul" yang digagas oleh Young dan Fresnel pada awal abad XIX yang selanjutnya dikembangkan oleh Planck dan Einstein, yaitu bahwa cahaya adalah gerakan gelombang tranversal.
Berbagai transformasi paradigma semacam ini adalah revolusi sains, dan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi. Hal ini merupakan perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa ilmu normal memiliki dua ciri esensial:
1.    Pencapaian ilmiah itu cukup baru sehingga mampu menarik para pemraktek ilmu dari berbagai cara lain dalam menjalankan kegiatan ilmiah; maksudnya dihadapkan pada berbagai alternatif cara menjalankan kegiatan ilmiah, sebagian besar pemraktek ilmu cenderung memilih untuk mengacu pada pencapaian itu dalam menjalankan kegiatan ilmiah  mereka.
2.    Pencapaian itu cukup terbuka sehingga masih terdapat berbagai masalah yang memerlukan penyelesaian oleh pemraktek ilmu dengan mengacu pada pencapaian-pencapaian itu.
Ilmu normal bekerja berdasarkan paradigma yang dianut atau yang berlaku. Karena itu, pada dasarnya penelitian normal tidak dimaksudkan untuk pembaharuan besar, melainkan hanya untuk mengartikulasi paradigma itu. Kegiatan ilmiah ilmu normal hanya bertujuan untuk menambah lingkup dan presisi pada bidang-bidang yang terhadapnya paradigma dapat diaplikasikan. Jadi ilmu normal adalah jenis kegiatan ilmiah yang sangat restriktif. Keuntungannya adalah bahwa kegiatan ilmiah yang demikian itu dapat sangat mendalam dan cermat.
Walaupun ilmu normal itu adalah kegiatan kumulatif (menambah pengetahuan) dalam bidang yang batas-batasnya ditentukan oleh paradigma tertentu, namun dalam perjalanan kegiatannya dapat menimbulkan hasil yang tidak diharapkan. Maksudnya, dalam kegiatan ilmiah itu dapat timbul penyimpangan, yang oleh kuhn disebut anomali. Terbawa oleh sifatnya sendiri, yakni oleh batas-batas yang ditetapkan oleh paradigma, ilmu normal akan mendorong para ilmuan pemrakteknya menyadari adanya anomali, yakni hal baru atau pertanyaan yang tidak ter”cover” atau terliputi oleh kerangka paradigma yang bersangkutan, yang tidak terantisipasi berdasarkan paradigma yang menjadi acuan kegiatan ilmiah. Adanya anomali merupakan prasyarat bagi penemuan baru, yang akhirnya dapat mengakibatkan perubahan paradigma.
2.4 Anomali dan Munculnya Penemuan Baru
Data anomali berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru yang di awali dengan kegiatan ilmiah.dalam keterkaitan ini, kuhn menguraikan dua macam kegiatan ilmiah, puzzle solving dan penemuan paradigma baru.
Dalam puzzle solving ,para ilmuan membuat percobaan yang mengadakan observasi yang tujuannya untuk memecahkan teka teki, bukan untuk mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan penting atau malah malah mengakibatkan konflik, suatu paradigma baru harus diciptakan. Dengan demikian,kegiatan ilmiah selanjutnya diarahkan kepada penemuan baru ini berhasil, akan terjadi perubahan besar dalam ilmu pengetahuan.
Penemuan baru bukanlah peristiwa-peristiwa terasing, melainkan episode-episode yang diperluas dengan struktur yang berulang secara teratur . penemuan diawali dengan kesadaran dengan anomali, yakni dengan pengakuan bahwa alam, dengan suatu cara, telah dilanggar pengharapan yang didorong oleh paradigmayang menguasai sains yang normal.kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang seikt banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia hanya berakhirjika teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga ang menyimpang itu menjadi yang diharapkan.jadi yang jelas, dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
2.5 Revolusi sains (permasalahan dan keutamaanya)
Sebagiman telah disinggung sedikit dalam uraian tedahulu, revolusi sains muncul karna adanya anomali dalam riset ilmiah yang dirasakan semakin parah,dan munculnya krisis yang tidak dapt diselsaikan oleh paradigma yang dijadikan referensi riset. Revolusi sains disini dianggap sebagai episode perkembangan non-kumulatif yang didalam paradigma yang lama diganti seluruhnya atau sebagiannya oleh paradigma baru yang bertentangan. Adanya revousi sains bukan merupakan hal yang berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Sebagai ilmua atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima paradigma baru tersebut. Dan ini menimbulkan masalah tersendiri yang memerlukan pemilihan dan legimitasi paradigma yang lebih definitif.
Dalam pemilihan paradigma, tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkapkan bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi kita tidak hanya harus meneliti dampak logika, tetapi juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang sangat khusus yang sangat khusus yang membentuk masyarakat sains itu.
Oleh karena itu, permasalah paradigma atau munculnya paradigma yang baru sebagai akibat dari revolusi sains tiada lain hanyalah sebuah konsensus atau kesepakan yang sangat ditentukan oeh retorika dikalangan akademis dan atau masyarakat sains itu sendiri. Sejauh mana paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains dapat terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-ha baru dan berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenalnya untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba di pindahkan ke daerah laindi mana objek-objek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda dan juga berbaur dengan objek-objek yang tidak dikenal.
Kalaupun ada ilmuwan atau sbagian kecil ilmuan tidak mau menerima paradigma yang baru sebagi landasan risetnya, dan ia pun tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar yang sudah tidak mendapat dukungan lagi dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas-aktivitas risetnya bermanfaat sama sekali. Inilah perlunya revolusi.
a.      Paradigma dan revolusi dalam wahana politik
Bangunan pemikiran kuhn dengan jargonya paradigma dan revolusi sains, secara lebih komprehensif dapat diaplikasikan dalam menyoroti esensi atau fundamental structure dalam ilmu-ilmu sosial untuk tidak terfokus pada ilmu-ilmu kealaman seperti dalam teori-teoari politik,ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.
Ada kesejajaran antara revolusi politik dan revolusi sains. Revolusi politik dibuka oleh kesadaran yang semakin tumbuh, yang sering terbatas pada suatu segmen dari masyarakat politik bahwa lembaga-lembaga yang ada tidak lagi memadai untuk menghadapi masalah-masalah yang dikemukakan oleh lingkungan yang sebagian diciptakan oleh lembaga itu.
Revolusi politik bertujuan mengubah lembaga-lembaga politik dengan cara-cara yang dilarang oleh lembaga-lembaga itu sendiri (political revolutoins ainm to change political istitution in ways that those instutions themselves prohibit). Mulanya hanya krisis yang mengurangi peran dan wibawa lembaga-lembaga politik. Dan dalam jumblah yang meningkat, masyarakat menjadi terasing dari kehidupan politik dan berprilaku semakin bertambah eksentrik didalamnya. Kemudian dengan mendalamnya krisis, mereka melibatkan diri dalam usul yang konkret bagi rekontruksi masyarak dalam kerangka kelembagaan yang baru. Pada saat itu, masyarakat terbagi dua kelompok atau partai yang bersaing, yang satu berusaha mempertahankan kontelasi kelembagan yang lama, dan yang lain berupaya mendirikan yang baru.
Jika polarisasi itu terjadi, penyelesaian secara politik pun menjadi gagal. Karna mereka berselisih tentang matriks kelembagaan tempat mencapai dan menelai perubahan politik, dan karna tidak ada suprainstitusianal yang diakui oleh mereka untuk mengandili perselisihan revolusioner, maka akhirnya partai-partai dalam konflik revolusioner ini mengunakan bantuan teknik-teknik persuasi massa,yang seringkali melibatkan kekuatan.
Timbulnya suatu krisis dalam politik juga erat sekali hubungannya dengan tokoh-tokoh politik yang selama krisis itu menciptakan teori-teori poitik baru untuk mengbongkar fakta-fakta yang telah menyimpang.
Sepanjang Sejarah politik, misalnya, kita dapat melihat bahwa munculnya teori-teori politik barat kebanyakan dihasilkan selama waktu-waktu krisis, dan jarang selama periode-periode normal.fenomena ini menunjukkan bahwa teori-teori pokok dalam poitik itu menyerupai “extraordinary science”, yang berhadapan dengan anomali dan krisis yang mendalam. Oleh karenanya, teori-teori utama ini menunjukkan ciri yang sama dengan extraordinary science, yaitu berusaha untuk mendiskreditkan paradigma yang sedang berjalan.
Gambaran ini tampak pada pemikiran politik machiavelli yang mengecam paran kepala negara , atau tuduhaan john locke terhadap absolutisme, atau juga kritik Karl Marx atas masyarakat kapitalis.
Dalam menanggapi munculnya teori baru atau perlawanan terhadap paradigma yang berjalan ini, masyarakat politik pada dasarnya tidak akan memedulikan perlawanan –perlawanan  semacam ini, jika merasa tidak merasa ditekan oleh paradigma yang berlaku. Masyarakat lebih suka berkonsentrasi untuk menikmati manfaat-manfaat atau mencari berbagai kemungkinan dari sistem yang sedang berjalan. Ketidak kacuhan ini bukan merupakan ekspresin dari pilihan antara memiliki atau meninggalkan teori. Tetapi, suatu masyarakat yang berjalan yang berjalan secara normal memiliki teorinya menurut teori yang dominan, bahkan teori tersebut taken for ngranted, karena ia tidak mencerminkan konsensus masyarakat.
b.      Paradigma dan Revolusi dalam Wacana Pendidikan
Maksud dengan wacana pendidikan disini bukan masalah pendidikan secara makro, atau sistem kelembagaan pendidikan secara luas, tetapi lebih terfokus teori belajar yang diisprirasikan oleh paradigma dan revolusi sains.
Istilah paradigma identik dengan “skema” dalam teori belajar. Skema adalah suatu struktur mental atau kognisi yang dengan seseorang secara intelegtual beradaptasi dan mengordinasi lingkungan sekitarnya. Skema ini akan berubah seiring perkembangnya mental anak. Perubahan skema ini bisa mengambil bentuk asimilasi atau akomodasi. Asimilasi merupakan roses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya.
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru yang tidak sesuai dengan skema yang ada (data anomali), ada kalanya seseorang tidak dapat mengamilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang ia miliki. Pengalaman baru ini bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan paradigma yang ada. Dalam keadaan seperti ini, orang tersebut akan mengadakan akomodasi, yaitu membentuk skema baru yang dapat sesuai dengan rangsangan yang baru, atau modifikasi skema yang ada sehingga sesuai dengan ransangan yang baru, atau modifikasi skema yang ada sehingga sesuai dengan ata anomali itu. Inilah yang disebut revolusi skema. Oleh karena itu, dalam proses belajar-mengajar perlu didesain bagaimana guru itu dapat merangsang atau menyediakan data-data anomali yang dapat mengubah skema pengetahuan murd kearah skema yang lebih baik. Dan selama murid tidak mau mengubah skema atau merevolusi pengetahuan yang telah ia miliki ke arah skema yang lebih unggul, maka pengetahuan akan tetap seperti semula, tidak ada perkembangan.
Pendekatan Kuhn terhadap Ilmu pada dasarnya adalah reaksi terhadap tafsir Whig atas sejarah, bahwa sejarah adalah progresi kebebasan linier yang kian meningkat dan berpuncak pada masa kini. Sejarah Whig membaca masa silam dengan arah kebelakang dan menjelaskan masa kini sebagai produk kumulatif pencapaian masa silam. Penolakan terhadap sejarah Whig dalam bidang sejarah ilmu, dimulai antara lain oleh Alexander Koyre, yang terhadapnya Kuhn mengakui hutang intelektual yang besar. Kuhn menyadari bahwa untuk menyadari bagaimana suatu tradisi historis berkembang, orang harus memahami perilaku sosial dari mereka yang terlibat membentuk tradisi. Pemahaman inilah, tulis Barry Barnesyang berpadu dengan kepekaan dan sensibilitas historisnya yang menjadi sumber orisinaitas  dan arti penting karya Kuhn. Pelestarian suatu bentuk kebudayaan mengandaikan mekanisme-mekanismesosialisasi dan penyebaran pengetahuan, prosedur-prosedur untuk menunjukkan lingkup makna dan representasi yang diterima, metode-metode untuk meratifikasi inovasi-inovasi yang telah diterima dan member mereka cap legitimasi. Semua itu harus dijaga keberlangsungannya oleh para anggota kebudayaan itu sendiri, jika konsep-konsep dan representasi hendak dipertahankan eksistensinya. Jika ada bentuk budaya yang tetap bertahan, pasti ada pula sumber-sumber otoritas dan control kognitif. Kuhn menampilkan riset ilmiah sebagai produk dari suatu interaksi yang kompleks antara komunitas peneliti, tradisi otoritatif, dan lingkungannya. Dalam keseluruhan proses itu rasio dan logika sama sekali bukan satu-satunya criteria bagi kemajuan dalam pengetahuan ilmiah. Ziauddin Sardar, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat erat hubungannya dengan ilmu, moral, dan agama. Untuk memperoleh ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia yang dilakukan dengan metode tertentu, yang pada akhirnya mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Salah satu ilmuwan yang telah mengembangkan ilmu pengetahuan adalah Thomas Samuel Kuhn. Perkembangan ilmu menurut Kuhn terdiri atas beberapa paradigma yang berupa tahap-tahap. Dalam perkembangan sains, sebuah konsep terbentuk oleh adanya paradigma yang mengakibatkan perubahan konsep, sehingga sains pun terus berubah. Peran paradigma dalam perkembangan sains sangatlah penting, karena paradigma itulah yang menjiwai sebuah konsep. Dapat disimpulkan bahwa “revolusi sains” adalah simbol yang menjelaskan tentang efek terakhir dari adanya perbedaan paradigma-paradigma yang dinamis.
Oleh karna itu, segala yang dikatakan oleh ilmu tentang dunia dan kenyataan sebetulnya erat terkait dengan paradigma dan model atau skema interpretasi tertentu yang digunakan oleh ilmuannya. Cara ilmuan memandang dunia menentukan dunia macam apa yang dilihatnya itu. Jadi pengetahuan sama sekali bukan lah jiblikan atau foto copy realitas, melainkan realitas hasil kontruksi manusia. Dan bahwa paradigma yang mendasari konstruksi itu di trima dan dipercayai oleh komunitas para ilmuan, bukan terutama karna para ilmuan itu tahu bahwa itu yang benar, melainkan karna mereka percaya bahwa itu yang terbaik, yang aling memberi harapan bila digunakan dalam riset-riset selanjutnya. Akhirnya, walaupun bagaimana penilaian orang, KUHN telah berjasa besar, terutama dalam mendobrak citra filsafat ilmu sebagai logika ilmu, dan mendobrak citra bahwa ilmu adalah  suatu kenyataan yang punya kebenaran seakan-akan sui-generis, objektif. Disamping itu teori yang dibangun KHUN mempunyai implikasi yang sangat besar dan luas dalam bidang-bidang keilmuan yang beraneka ragam.

DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo, 2008. Filsafat dan perkembangan di indonesia, jakarta: PT. Bumi aksara.
                      , Ilmu dan Metologi penelitian, jogjakarta: C.V. ANDI OFFSET.
Sadar, Ziauddin., 2002. Thomas Khun dan Perang Ilmu, yogyakarta: penerbit jendela.
Kuhn, Thomas., 2005. The structure of scientific revolutions (peran paradigma dalam revolusi sains), Bandung: PT. Remaja rosdakarya.
Adib, Mohammad., 2010. Filsafat ilmu, yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Zubaedi, 2010. Filsafat barat, jogjakarta: Ar-Ruzz media group.
http://littlestrowbery.blogspot.com/2010/01/revolusi-sains-thomas-kuhn.html diakses pada tanggal 25 Agustus 2010.
  # lusi sera kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar