PENDAHULUAN
- Latar belakang
Dilihat dari segi kebudayaan, pembangunan tidak lain adalah usaha sadar
untuk menciptakan kondisi hidup manusia yang lebih baik, seiring dengan laju
pembangunan terjadilah sistem budaya yang membawa perubahan pula dalam hubungan
interaksi manusia dalam masyarakat, karena manusia sebagai mahluk sosial tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain, sehingga antara individu
satu dengan individu lain membutuhkan suatu nilai solidaritas antar hubungan
masyarakat, sehingga kebudayaan merupakan unsur penting dalam pembangunan suatu
bangsa.
- Rumusan masalah
Berikut
ini adalah beberapa rumusan masalah tentang kebudayaan dan integrasi sosial.
Antara lain :
1.
Apakah yang dimaksud dengan kebudayaan ?
2.
Apa saja yang
menjadi wujud dan unsur kebudayaan ?
3.
Apakah pranata kebudayaan itu ?
4.
Apa saja yang menjadi nilai kebudayaan ?
5.
Apa saja yang menjadi persoalan kebudayaan ?
6.
Apakah yang dimaksud dengan integrasi sosial?
7.
Apa saja bentuk dari integrasi sosial ?
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan = cultuur (bahasa belanda) = culture (bahasa
inggris) = tsaqafah (bahasa arab); berasal dari perkataan Latin “Colere” yang artinya mengolah,
mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau
bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.”[1]
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville
J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu
yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.[2]
.Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.[3]
Definisis
kebudayaan tersebut di atas tampaknya kebanyakan definisi dan pemakaiannya
telah mengaburkan perbedaan penting antara kebudayaan sebagai pola untuk perilaku dengan pola dari perilaku.
Dari
definisi-definisi kebudayaan tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa inti
pengertian kebudayaan mengandung beberapa ciri pokok, yaitu sebagai berikut :
a.
Kebudayaan itu
beraneka ragam.
b.
Kebudayaan itu diteruskan melalui
proses belajar.
c.
Kebudayaan itu terjabarkan dari komponen biologi,
psikologi, sosiologi, dan eksistensi manusia.
d.
Kebudayaan itu berstruktur.
e.
Kebudayaan itu terbagi dalam
aspek-aspek.
f.
Kebudayaan itu dinamis.
g.
Nilai-nilai dalam kebudayaan itu relatif.
Jika di simpulkan, maka inti dari kebudayaan adalah nilai-nilai dasar
dari segenap kebudayaan atau hasil kebudayaan. Nilai-nilai budaya dan segenap
hasilnya adalah muncul dari tata cara hidup yang merupakan kegiatan manusia
atas nilai-nilai budaya yang di kandungnya. Cara hidup manusia tidak lain
adalah bentuk konkret (nyata) dari nilai-nilai budaya yang bersifat abstrak
(ide). Dengan bahasa lain budaya hanya bisa diketahui melalui budi dan jiwa,
sementara tata cara hidup manusia dapat diketahui oleh pancaindra. Dari ide
kebudayaan dan tata cara hidap manusia kemudian terwujud produk (artefak)
kebudayaan sebagai sarana untuk
memudahkan atau sebagian alat dalam berkehidupan. Sarana kebudayaan adalah
parwujudan secara fisik atas nilai-nilai budaya dan tata cara hidup yang
dilakukan manusia guna memudahkan atau menjembatani tercapainya berbagai
kebutuhan manusia.
Mendukung konsepsi kebudayaan sebelumnya,
sebagai mana di kemukakan oleh Parsudi Suparlan “kebudayaan” adalah keseluruhan
pengetahuan yang dipunyai manusia sebagai makhluk sosial, yang isinya adalah
seperangkat model-model pengetahuan (pedoman hidup ;atau blueprint;atau desain untuk kehidupan) yang secara selektif dapat
di gunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yang di hadapi, untuk
mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang di perlukannya (menghasilkan
kelakuan dan benda/peralatan).”Definisi ini tampaknya sejalan dengan James P. Spradley yang mengatakan “Culture is the acquired knowledge, that
people use to interpretation experience to generate social behavior… we speak
of them as cultural knowledge, cultural behavior, and cultural artifacts” (kebudayaan
adalah pengetahuan yang diperoleh dan digunakan penduduk untuk menginterpretasi
pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial … kita katakana semua itu sebagai
kebudayaan tingkah laku, dan kebudayaan kebendaan .[4]
Jadi antara masyarakat dan
kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam artian
yang utuh, karena manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan, yaitu
sebagai 1) penganut kebudayaan; 2) pembawa kebudayaan; 3) manipulator
kebudayaan; dan 4) pencipta kebudayaan.
2. WUJUD dan UNSUR KEBUDAYAAN
Menurut Koentjaraningrat
sedikitnya tiga wujud kebudayaan :
1.
Wujud ide, gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan.
2.
Wujud kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.
Wujud benda-benda hasil karya manusia.[5]
Sedangkan mengenai komponen atau
unsur kebudayaan, Ada
beberapa pendapat ahli yang mengemukakan antara lain sebagai berikut:
Agama sering menjadi kuat
dominasinya jika ia penekanannya pada nilai tertinggi “ultimate value”, yaitu
hubungannya dengan Maha Pencipta (Tuhan), dan kehidupan abadi serta kedilan
tertinggi atas kebaikan dan keburukan (pahala atau dosa) atas pola pikir,
sikap, dan perilaku selama di dunia fana.[6]
1)
Agama
Dalam temuan antropologi dan
sosiologi, komponen-komponen pokok yang terdapat dalam setiap agam meliputi
adanya: umat beragama, sistem keyakinan, system peribadatan/ ritual, sistem
peralatan ritus dan emosi keagamaan.
2)
Ilmu pengetahuan
Dalam penelitian antropologi dan sosiologi, semua
masyarakat pendukung suatu kebudayaan, memiliki system kebudayaan, memiliki
system pengetahuan yang utuh menanggapi keberadaan alam nyata (natural) dan nirnyata (supranatural) . kondisi ini menyambung
kepada pemahaman tentang kehidupan dan kematian, perbuatan dan keadilan.
Kefanaan dan keabadian.
3)
Teknologi
Antropologi dan sosiologi juga menjumpai bahwa
setiap warga masyarakat pendukung suatu kebudayaan memiliki kemampuan secara
ide sehingga melaksanakan kegiatan bersama melahirkan peralatan hidup yang
difungsikan untuk memenuhi kebutuhan pada berbagai unsur budaya universal
lainnya.
4)
Ekonomi
Antropologi serta sosiologi juga mengemukakan dalam
tiap masyarakat kebudayaan adanya bentuk-bentuk ekonomi (berburu-meramu,
bercocok tanam, barter, pasar/uang, dan foto, komunikasi) rentangan kekuatan
ekonomi (investasi, produksi, distribusi, eceran buruh, kegiatan pasar, dan
penjabaran penghasilan.
5)
Organisasi sosial
Pada setiap masyarkat
pendukungkebudayaan akan selalu terdapat variasi kelompok warga masyarakat (kemargaan jaringan kawin-mawin, kampung / kewilayahan, keetnisan, profesi, dan
politik).
6)
Bahasa dan komunikasi
Setiap masyarakat pendukung suatu kebudayaaan memiliki
simbol-simbol bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk
menyampaikan sesuatu maksud kepada seseorang atau khalayak untuk difahami dan
dilaksanakan. Ada
untuk percakapan, tulisan maupun seni. Ada
kata-kata untuk umum, dari hati kehati, anak-anak, teman sebaya, orang tua, dan
tamu. Ada yang
esensinya world view, penjelasan alam
semesta dan tatakrama.
7)
Kesenian
Antropologi menemukan bahwa pada setiap masyarakat kebudayaan mempunyai
ungkapan seni berupa simbol pernyataan rasa senang dan susah (suka duka) . baik
untuk umum maupun untuk sendiri. Muncul pula dalam berbagai bentuk: ukiran,
gambar, tulisan, ungkapan teater, pentas dan gerak/tari.
Semua komponen ini dimiliki
sebagai unsur kebudayaan bahkan menjadi faktor pembangunan dari setiap suku
bangsa mulai dari tingkat sektoral, nasional hingga internasional.
3. PRANATA KEBUDAYAAN
Pranata
(lembaga kemasyarakatan) merupakan terjemahan langsung dari istilah asing
“Social Institution” karena pengertian lembaga lebih menunjuk pada suatu bentuk
dan sekaligus mengandung pengertian-pengertian yang abstrak perihal adanya
norma-norma dan peraturan tertentu.
Penterjemahan istilah social
institution ke dalm istilah Indonesia, para sarjana belum ada kata yang sepakat
sehingga yang menerjemahkan dengan
istilah “pranata sosial” karena dianggap sebagai pengatur perikelakuan
masyarakat.
Prof. Dr. koentjaraningrat membagi
pranata kebudayaan menjadi 8 macam:
1)
pranata yang bertujuan mememuhi kehidupan kekerabatan
(kinship) atau domestic institutions.
Contoh : pelamaran, perkawinan, keluarga, pegasuhan anak dan lain-lain.
2)
Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk
mata pencaharian hidup (economic institution), misalnya: pertanian,
pertenakan,
Perburuhan, industri dan sebagainya.
3)
Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiyah
manusia (scientific institution).
Contoh :metodik ilmiyah, penelitian, pendidikan ilmiyah dan lain-lain.
4)
Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan
(educational institutional).
Contoh :TK, SD, SMP, SMA, pondok pesantren dan
lain-lain.
5)
Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah,
menyatakan rasa keindahan dan rekreasi (aesthetic and recreational institutional).
Misalnya :seni rupa, seni suara, seni drama dan lain-lain.
6)
Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk
berhubungan dengan tuhan atau tuhan atau alam gaib (religius institutions).
Contoh :gereja, masjid, doa, kenduri dan lain-lain.
7)
Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk
mengatur kehidupan berkelompok atau bernegara (political institutions).
Contoh :pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian dan
lain-lain.
8)
Pranata yang bertujuan mengurus kebutuhan jasmaniah
manusia (cosmetic institutions).
Contoh : pemeliharaan kecantikan,
kesehatan, kedokteran, dan lain-lain
4. SISTEM NILAI KEBUDAYAAN
Koentjaraningrat menyatakan
bahwa sistem nilai budaya terdiri dari konsep-konsep yang dalam pikiran
sebagian besar masyarakat. Sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai
pedoman tertinggi bagi kelakuasn manusia.
Rusmin Tumanggor menyatakan
bahwa ada sekurang – kurangnya enam nilai yang amat menentukan wawasan etika
dan kepribadian manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat, yaitu :
teori ekonomi, agama, seni, kuasa, dan solidaritas
1.
Nilai teori : Ketika manusia menentukan dengan objektif
identitas benda-benda atau kejadian-kejadian, maka dalam prosesnya hingga
menjadi pengetahuan, manusia mengenal adanya teori yang menjadi konsep dalam
proses penilaian atas alam sekitar.
2.
Nilai ekonomi: Ketika manusia bermaksud menggunakan
benda-benda atau kejadian-kejadian maka ada proses penilaianekonomi atau
kegunaannya, yakni dengan logika efisiensi untuk memperbesar kesenangan hidup.
Kombinasi antara nilai teori dan ekonomi yang senantiasa maju disebut aspek
progresif dari kebudayaan.
3.
Nilai agama: Ketika manusia menilai suatu rahasia yang
menakjubkan dan kebesaran yang menggetarkan dimana di dalamnya ada konsep
kekudusan dan ketakziman kepada yang maha ghaib, mak manusia mengenal nilai
agama.
4.
Nilai seni: Jika yang dialami itu keindahan dimana ada
konsep estetika dalam menilai benda atau kejadian-kejadian, maka manusia
mengenal nilai seni. Kombinasi dari niali agama dan seniyang sama-sama
menekankan intuisi, perasaan, dan fantasi disebut aspek ekspresif dari
kebudayaan.
5.
Nilai kuasa: Ketika manusia merasa puas jika orang lain
mengikuti pikirannya,norma normanya dan kemauan-kemauannya, maka ketika itu
manusia mengenal nilai kuasa.
6.
Nilai solidaritas: Tetapi ketika itu menjelma menjadi
cinta, persahabatan dan simpati sesama manusia, menghargai orang lain, dan
merasakan kepuasan ketika membantu mereka maka manusia mengenal nilai
solidaritas.
Enam nilai budaya itu merupakan kristalisasi dari berbagai macam nilai
kehidupan, yang selanjutnya menentukan konfigurasi kepribadian dan norma etik
individu maupun masyarakat.[7]
5. PERSOALAN KEBUDAYAAN
Secara umum, persoalan lintas budaya umumnya terkait dengan perkembangan
kebudayaan dari suatu wilayah atau bagian di dunia mempengaruhi atau
dipengaruhi. Persoalan lintas budaya dapat diartikan pula sebagai perkembangan
modernisasi yang berkembang terus menjadi globalisasi. Globalisasi adalah
sistem atau tatanan yang menyebabkan suatu negara tidak mungkin mengisolasi
diri akibat kemajuan teknologi dan komunikasi. Pengaruh globalisasi tersebut
dapat dikelompokkan pada dua macam, yaitu: pengaruh positif dan negatif.
Pengaruh positif, bisa berwujud pengembangan ilmu pengetahuan,
berkembangnya teknologi yang lebih baik, perkembangan sistem pemerintahan,
perekonomian, politik mengarah pada pelaksanaan yang lebih sistematis dan
logis-rasional. Dampak negatif dari globalisasi adalah bergesernya norma dan
nilai moral, sehingga ukuran norma dan nilai menjadi l;ebih lunak. Dari sisi
ke-indonesia-an, persoalan lintas budaya ini adalah: (1) Kesenjangan kebudayaan
atau cultural lag, (2) Terjadinya
guncangan budaya atau cultural shock.
1.
Kesenjangan kebudayaan adalah pertumbuhan atau
perubahan unsur kebudayaan tidak sama secepatnya. Ogburn berpendapat, bahwa
perubahan kebudayaan materil cenderung lebuh cepat dibandingkan kebudayaan
inmateril. Ketidak seimbangan perubahan kebudayaan tersebut di sebut
kesenjangan kebudayaan. Keseimbangan dalam kehidupan masyarakat (social lequlibirium ) tidak selalu
bararti menginginkan perubahan atau berhenti pada suatu titik. Tetapi
maksudnya, perubahan yang terjadi dalam suatu unsure tidak mengganggu unsur
yang lain atau unsur yang lain di
harapkan menyesuaikan diri sehingga terjadi keseimbangan
2.
Guncangan kebudayaan adalah ketidaksesuaian unsur-unsur
yang saling berbeda sehingga menghasilkan pola kehidupan sosial yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat. Ada empat tahap yang
membentuk siklus cultural shock,
yaitu:
a.
tahap inkubasi;kadang-kadang disebut bulan madu,sebagai
pengalaman baru yang menarik.
b.
Tahap krisis; di tandai dengan suatu perasaan dendam,
pada saat inilah terjadi soal cultural
shock.
c.
Tahap kesembuhan; korban mampu melampaui tahap kedua,
hidup dengan damai .
d.
Tahap penyesuaian diri; sekarang orang tersebut sudah
membanggakan suatu yang dilihat dan dirasakannya dalam kondisi yang baru; rasa
cemas dalam dirinya sudah berlalu.
Penyesuaian diri antar budaya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
internal dan eksteral. Faktor internal menurut Brislin (1981) ialah watak (trait) dan kecakapan (skill). Faktor eksternal berpengaruh
terhadap penyesuaian diri antara budaya adalah:
a.
Besar kecilnya perbedaan antar kebudayaan tempat asalya
dengan kebudayaan lingkungan yang dimasukinya.
b.
Pekerjaan yang dilakukannya, yaitu apakah pekerjaan
yang dilakukannya itu dapat ditoleransi dengan latar belakang pendidikannya
atau pekerjaan sebelumnya.
c.
Suasana lingkungan tempat ia bekerja. Suasana
lingkungan yang terbuka akan mempermudah seseorang menyesuaikan diri bila
dibandingkan dengan suasana lingkungan yang tertutup.
Dengan demikian penting kemudian mencermati lingkungan kita dalam
beraktifitas dan bertindak. Lingkungan yang dari luar dan nilai positif dapat
di adaptasi dan di praktikkan menjadi kebiasaan keseharian . demikian
sebaliknya, lingkungan yang negatif dapat mengubah atau bahkan merusak
kebiasaan yang telah berjalan baik selama ini.
6 . PENGERTIAN INTEGRASI SOSIAL
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration"
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai
proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki
keserasian fungsi.
Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
- Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
- Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut
integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu
sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di
perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan,
baik merupa tantangan fisik mau yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para
penganut fungsionalisme struktur
sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
- Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
- Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik
berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya
saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian
besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial,
nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
7. Bentuk Integrasi Sosial
Ø Asimilasi:
yaitu pembauran kebudayaan
yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli.
Faktor penghambat asimilasi adalah sebagai
berikut:
- Kurangnya pengetahuan terhadap unsur kebudayaan yang dihadapi bersumber dari pendatang ataupun penduduk asli.
- Sifat takut terhadap kebudayaan yang dihadapi.
- Perasaan ego dan superloritas yang ada pada individu-individu dari suatu kebudayaan terhadap kelompok lain.
Faktor yang memudahkan terkadinya asimilasi
budaya:
- Faktor toleransi, kelakuan saling menerima dan memberi dalam struktur himpunan masyarakat.
- Faktor kemanfaatan timbal balik, memberi manfaat pada dua belah pihak.
- Faktor simpati,pemahaman saling merhagai dan memperlakukan pihak lain secara baik.
- Faktor perkawinan.
Ø Akulturasi:
yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli
Menurut koentjaraningrat kajian akulturasi
meliputi lima hal pokok:
1. Masalah mengenai metode untuk mengobservas,
mencatat dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat.
2. Masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan
yang mudah diterima dan yang sukar diterima oleh masyarakat.
3. Masalah unsur kebudayaan mana saja yang
mudah diganti dan diubah dan unsur kebudayaan mana saja yang tidak mudah
diganti dan diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing.
4. Masalah mengenai individu-individu apa
yang mudah dan cepat menerima, dan individu-individu apa yang sukar dan lambat
menerima unsur-unsur kebudayaan asing.
5. Masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan
krisis sosial yang timbul akibat adanya akulturasi.
Secara umum ada tiga masalah besar untuk mencapai
Integrasi sosial, yaitu: (a) pembauran bangsa, (b) kerukunan antar umat
beragana dan aliran kepercayaan, (c) perubahan nilai-nilai.
KESIMPULAN
Dari berbagai keterangan di atas
dapat di simpulkan hal-hal sebagi berikut:
- Kebudayaan memiliki banyak berbagai unsur, komponen, nilai, ciri-ciri dan persoalan yang perlu di telaah dan disikapi dengan serius guna tidak jatuh pada penafsiran kebudayaan yang keliru. Karena tujuan akhir dari pengembangan kebudayaan sejatinya ialah untuk kemajuan peradaban manusia yang lebih baik. Sebagai bangsa yang bermartabat, kebudayaan Indonesia haruslah ditempatkan sebagai konsepsi dan strategi dalam pembangunan nasional. Dengan ini proses integrasi dan politik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap kukuh terpelihara. Demikian juga tujuan kesejahteraan sosial bagi setiap warga negara RI dapat tercapai.
- Telah kita ketahui bahwa masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu kestuan yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Hanya saja, antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
- Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/ konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.dan tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya
- Integrasi sosial bermakna terwujudnya solidaritas sosial, rasa kebersamaan antar hubungan masyarakat secara harmonis dalam kerjasama kelompok yang mempunyai sifat, sikap dan watak yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Koenjaraningrat.1974. Kebudayaan
Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.
Tumanggor, Rusmin. Ridho, Kholis.
dan Nurochim. 2010. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Kunjara, Ester. 2006.
Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Ahmadi, abu. 1997. Ilmu sosial dasar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Svalastoga, Kaare.
1989. Diferensiasi sosial. Jakarta: Bina Aksara.
Soekanto, Soerjono.
2006, Sosiologi Suatu Pengantar,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Noor, Arifin. 1999. Ilmu Sosial Dasar, Bandung: Pustaka
Setia
Kojingtechnolog .wordpress. com/ pengertian-kebudayaan niienhinu.student.umm.ac.id/ Integrasi Sosial Budaya.
[1] Drs. H.
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (1987)
hlm.50
[2] Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi. Setangkai Bunga Sosiolog, (Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1964), hlm 115.
[3].Ibid,
hlm 113
[4] Lihat juga di malinowski, bronislaw, Magic, Science and Religion and Other Essay. Garden
Ciry New York Doubleday & Company Inc, 1948 hlm 91;dan Tumanggor ,Rusmin, sistem kepercayaan dan pengobatan
tradisional (disertasi) Jakarta;universitas indonesia, 1999, hlm 3;White,
Leslie A katakan “…we shall distinguish
three sub-sistem of culture, namely, technological, sociological, and
ideological system. …These three categiriescomprise the system of culture as a
whole”(dalam the science of culture: A Study Of Man and Civilization). New York: Doubleday
Canada Ltd.1949 hlm. 364
[5] Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, hlm
5. 1974
[6] Prof. Dr,Rusmin
Tumanggor, M.A, ilmu sosial dan budaya dasar, , 2010 hlm 22
[7]Ibid
hlm 123-125.
SEMOGA BISA BERMANFAAT,.,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar