Jumat, 25 Januari 2013

contoh ijma,qiyas,saad dzariah,qaul shabababi dll



Nama              : Khoirotun Nikmah
Nim                 : 082 111 013
Kelas/Semester: A1/ III
Mata Kuliah  : Ushul Fiqh
Tugas Ushul Fiqh
1.      Contoh ijtihad
·        Imam asy-Syafi’i meletakkan al-Kitab dan as-Sunnah ash-Shahihah dalam satu tingkatan, karena as-Sunnah berfungsi untuk menjelaskan isi al-Kitab dan memperincinya. Dan mencukupkan diri dengan al-Qur’an jika tidak ada tambahan penjelasan dari as-Sunnah ash-Shahihah.
·        Menurut Imam Hanafi, perempuan boleh menjadi hakim di pengadilan yang tugas khususnya menangani perkara perdata, bukan perkara pidana. Alasannya karena perempuan tidak boleh menjadi saksi pidana. Dengan demikian, metode ijtihad yang digunakan adalah qiyas dengan menjadikan kesaksian sebagai al-ashl dan menjadikan hukum perempuan sebagai far’u.
·        Imam Hambali, Fatwa sahabat dan mereka yang lebih dekat pada al-Qur-an dan hadits, di antara fatwa yang berlawanan 
·        Imam Maliki, Ijma' ahlul Madinah. Terkadang menolak hadits yang berlawanan atau yang tak diamalkan ulama Madinah

2.      Contoh ijma :
·        Menjadikan sunah sebagai salah satu sumber hukum islam.
·        Pengumpulan dan pembukuan Al Qur’an sejak pemerintahan Abu Bakar, tetapi idenganadalah dari Umar bin kahatab.
·        Penetapan awal ramadhan dan syawal berdasarkan ru’yatul hilal.
nenek mendapat harta 1/6 dari cucunya.

3.      Contoh Qiyas.
·        Setiap minuman yang memabukan co mensen, sabu-sabu dll disamakan dengan khamar, ilatnya  sama-sama            memabukan.
·        Harta anak wajib dikeluarkan zakat disamakan dengan harta dewasa. Menurut syafei karena sama-sama dapat tumbuh da berkembang, dan dapat ,enolong fakir miskin.
·        Mengatakan telmi kepada ortu disamakan dengan membentak dan ah, karena ilatnya sama-sama menyakiti dengan ucapan.

4.      Contoh istihsan
Ø  macam pertama:
·        Menurut Madzhab Hanafi: bila seorang mewaqafkan sebidang tanah pertanian, maka termasuk yang diwaqafkannya itu hak pengairan, hak membuat saluran air di atas tanah itu dan sebagainya. Hal ini ditetapkan berdasar istihsan. Menuryt qiyas jali hak-hak tersebut tidak mungkin diperoleh, karena mengqiyaskan waqaf itu dengan jual beli. Pada jual beli yang penting ialah pemindahan hak milik dari penjual kepada pembeli. Bila waqaf diqiyaskan kepada jual beli, berarti yang penting ialah hak milik itu. Sedang menurut istihsan hak tersebut diperoleh dengan mengqiyaskan waqaf itu kepada sewa-menyewa. Pada sewa-menyewa yang penting ialah pemindahan hak memperoleh manfaat dari pemilik barang kepada penyewa barang. Demikian pula halnya dengan waqaf. Yang penting pada waqaf ialah agar barang yang diwaqafkan itu dapat dimanfaatkan. Sebidang sawah hanya dapat dimanfaatkan jika memperoleh pengairan yang baik. Jika waqaf itu diqiyaskan kepada jual beli (qiyas jali), maka tujuan waqaf tidak akan tercapai, karena pada jual beli yang diutamakan pemindahan hak milik. Karena itu perlu dicari ashalnya yang lain, yaitu sewa-menyewa. Kedua peristiwa ini ada persamaan 'illatnya yaitu mengutamakan manfaat barang atau harta, tetapi qiyasnya adalah qiyas khafi. Karena ada suatu kepentingan, yaitu tercapainya tujuan waqaf, maka dilakukanlah perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan.
·        Menurut Madzhab Hanafi: sisa minuman burung buas, seperti sisa burung elang burung gagak dan sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan istihsan. Menurut qiyas jali sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burung-burung buas adalah haram diminum karena sisa minuman yang telah bercampur dengan air liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya. Binatang buas itu langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat minumnya. Menurut qiyas khafi bahwa burung buas itu berbeda mulutnya dengan mulut binatang huas. Mulut binatang buas terdiri dari daging yang haram dimakan, sedang mulut burung buas merupakan paruh yang terdiri atas tulang atau zat tanduk dan tulang atau zat tanduk bukan merupakan najis. Karena itu sisa minum burung buas itu tidak bertemu dengan dagingnya yang haram dimakan, sebab diantara oleh paruhnya, demikian pula air liurnya. Dalam hal ini keadaan yang tertentu yang ada pada burung buas yang membedakannya dengan binatang buas. Berdasar keadaan inilah ditetapkan perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan.
Ø  Contoh istihsan macam kedua
·        Syara' melarang seseorang memperjualbelikan atau mengadakan perjanjian tentang sesuatu barang yang belum ada wujudnya, pada saat jual beli dilakukan. Hal ini berlaku untuk seluruh macam jual beli dan perjanjian yang disebut hukum kuIIi. Tetapi syara' memberikan rukhshah (keringanan) kepada pembelian barang dengan kontan tetapi barangnya itu akan dikirim kemudian, sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan, atau dengan pembelian secara pesanan (salam). Keringanan yang demikian diperlukan untuk memudahkan lalu-lintas perdagangan dan perjanjian. Pemberian rukhshah kepada salam itu merupakan pengecualian (istitana) dari hukum kulli dengan menggunakan hukum juz-i, karena keadaan memerlukan dan telah merupakan adat kebiasaan dalam masyarakat.
·        Menurut hukum kulli, seorang pemboros yang memiliki harta berada di bawah perwalian seseorang, karena itu ia tidak dapat melakukan transaksi hartanya tanpa izin walinya. Dalam hal ini dikecualian transaksi yang berupa waqaf. Orang pemboros itu dapat melakukan atas namanya sendiri, karena dengan waqaf itu hartanya terpelihara dari kehancuran dan sesuai dengan tujuan diadakannya perwalian, yaitu untuk memelihara hartanya (hukum juz-i).
5.      Contoh-contoh Istishab
·        Telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dan perempuan B, kemudian mereka berpisah dan berada di tempat yang berjauhan selama 15 tahun. Karena telah lama berpisah itu maka B ingin kawin dengan laki-laki C. Dalam hal ini B belum dapat kawin dengan C karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada perubahan hukum perkawinan mereka walaupun mereka telah lama berpisah. Berpegang ada hukum yang telah ditetapkan, yaitu tetap sahnya perkawinan antara A dan B, adalah hukum yang ditetapkan dengan istishab.
·        Seorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Dalam masalah ini, ia harus berpegang pada ketentuan humum asal, yaitu “belum berwudhu”. Seorang yang sudah berwudlu kemudian ragu-ragu apakah batal atau tidak maka hendaklah menetapkan hukum yang awal yaitu ada wudlu.
·        Seorang yang telah yakin bahwa adia telah berwudhu, dianggap tetap berwudhu selama tiada bukti yang membatalkan wudhunya keraguan atas was-wasnya tidak membatalkan wudhu tersebut.

6.      Contoh Urf
·        Urf Amaly (perbuatan) misalnya tradisi jual beli yang dilakukan berdasarkan saling pengertian tanpa mengucapkan sighat (aqad) seperti yang berlaku di pasar-pasar swalayan.
·        Urf Qauly (ucapan) misalnya orang sudah saling mengerti terhadap kata "al walad" yang artinya mutlak anak laki-laki, bukan perempuan. Juga kata "al-lahmu" yang berarti daging, tidak termasuk ikan (as-samak).

7.      Contoh Maslahah al mursalah
·        Perang berkecamuk antara orang Islam dan orang kafir. Pihak kafir menempatkan tawanan yang terdiri dari orang-orang Islam di barisan depan sebagai perisai;dalma hal yang demikian bolehkah menembak barisan kafir itu? Karena jika ditembak, yang lebih dahulu kena adalah orang-orang Islam yang ditawan itu. Maka dipertimbangkanlah mana yang lebih maslahat. Jika besar kemungkinan tentara kafir akan mengalahkan umat Islam sekiranya tidak ditembak, maka boleh menembaknya walaupun terbunuh orang Islam yang ditawan itu. Karena kalau tidak, mereka akan mengalahkan umat Islam dan membunuh mereka, kemudian membunuh tawanan. Bagaimanapun tawanan itu akhirnya terbunuh juga Memang tidak ada dalil syara’ tentang boleh atau tidak boleh membunuh tawanan muslim yang tidak berdosa itu, tetappi berdasarkan kemaslahatan umat Islam terbanyak ditetapkan boleh menembak barisan kafir itu walaupun kemungkinan besar kaum muslimin yang tertawan musuh itu akan terbunuh.
·        Dalam pelayaran dengan kapal laut, dimana kapal demikian olengnya dan besar kemungkinan akan tenggelam jika semua barang yang ada di dalamnya tidak dibuang ke laut. Dalam keadaan semacam itu diperbolehkan membuang barang-barang ke laut, meskipun tidak seizin yang empunya demi untuk kemaslahatan penumpang, yaitu menolak bahaya yang mengancam keselamatan jiwa mereka

8.      Contoh  Sadd Al-Zariah
·        Misalnya, pada dasarnya jual beli itu adalah halal karena jual beli merupakan salah satu sarana tolong-menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Seseorang membeli sebuah kendaraan seharga tiga puluh juta secara kredit adalah sah karena pihak penjual memberi keringanan kepada pembeli untuk tidak segera melunasinya. Akan tetapi, bila kendaraan itu yang dibeli dengan kredit sebesar tiga puluh juta rupiah – dijual kembali kepada penjual (pemberi kredit) dengan harga tunai sebesar lima belas juta rupiah, maka tujuan ini akan membawa kepada suatu kemafsadatan, karena seakan-akan barang yang di perjual belikan tidak ada dan pedagang kendaraan itu tinggal menunggu keuntungannya saja. Maksudnya seorang pembeli pada saat membeli kendaraan dapat uang sebesar lima belas juta rupiah, tetapi ia harus tetap melunasi hutangnya (kredit kendaraanya itu) sebesar tiga puluh juta rupiah.  Jual beli seperti ini dalam fiqih disebut dengan Bay’ul al-‘ajal . gambaran jual beli seperti ini menurut al-Syathibi tidak lebih dari pelipat gandaan hutang tanpa sebab. Karena hal itu perbuatan seperti ini dilarang.
·        Contoh-contoh lain adalah dalam masaah zakat. Sebelum waktu haul (batas waktu perhitungan zakat sehinga wajib mengeluarkan zakatnya)datang,seseorang yang memiliki sejumlah harta yang wajib di zakatkan menghibahkan sebagian hartanya kepada anaknya, sehingga berkurang nishab harta itu dan ia terhindar dari kewajiban zakat.

9.      Qaul Shahabi
·        Beberapa contoh fatwa sahabat :
a.       Fatwa aisyah yang menjelaskan batas maksimal kehamilan seorang wanita adalah 2 (dua) tahun melalui ungkapannya “Anak tidak berada didalam perut ibinya lebih dari dua tahun.
b.      Fatwa anas bin malik yang menerangkan tentang minimal haid wanita yaitu 3 (tiga) hari.
c.       Fatwa umar bin khath-thab tentang laki-laki yang menikahi wanita dalam masa ‘idah harus dipisahkan, dan diharamkan baginya untuk menikahi wanita tersebut untuk selamanya.

5 komentar: