Selasa, 23 April 2013

Contoh Observasi desa Ambulu


Judul: Wawancara Antarpribadi
Informan: Mulyono
Lokasi: Pukesmas, Ambulu
Waktu : Minggu, 18 November 2012/Jam 14.15-14-50

Awan yang mendung dengan disertai rintik hujan yang menyapa, tidak menggoyahkan niat kami untuk melakukan wawancara antarpribadi dikota ambulu itu. Awalnya kami merasa gelisah dan takut, jika orang yang ingin kami wawancara tidak ramah dan tidak bersahabat. Tetapi setelah kita melakukan wawancara, degh.....ternyata semua tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan, alhamdulillah mengasyikkan.
Siang itu kami berjalan menyusuri jalan trotoar yang ditemani dengan asap kendaraan bermotor yang mengepul. Bersamaan dengan itu bapak Mulyono (seorang tukang becak) menyita perhatian kami. Kami hampiri bapak itu, kemudian kami mulai menelisik kehidupan beliau.
Beliau bertempat tinggal di desa Sabrang, tepatnya berada di Babrakan Nongko Ambulu. Beliau berusia 40 tahun. Usia yang renta untuk ukuran Bapak seusianya. Siti Aina Jamilah, begitu nama lengkap istri beliau, dari istrinyalah lahir seorang 1 putra & 1 putri beliau. Sudah sekitar 2 tahun beliau menekuni pekerjaan sebagai tukang becak. Beliau juga sebagai buruh tani di desanya. Itupun jika ada seseorag yang menyuruh membantu pekerjaannya. Untuk pekerjaan tetapnya, iya sebagai tukang mengantarkan orang dengan mengayuh sepeda becaknya. Dengan hanya memperoleh penghasilan 5000-10.000 per hari, beliau memperjuangkan nasib beliau dengan keluarganya. Jam beraksi beliau mulai pukul 06.00 wib pagi sampai pukul 12.00  wib siang hari. Selebihnya itu beliau gunakan untuk istitahat dirumah. Sebelumnya beliau mengatakan bahwa belum pernah mengambil jadwal di sore hari seperti saat kami melakukan interview pada waktu itu.
Tempat mangkal beliau adalah disekitar rumah sakit Husada (Tegal Sari Ambulu) dan di depan puskesmas Ambulu. Beliau mengambil tempat-tempat tersebut karena beranggapan bahwa banyak orang yang keluar masuk dari puskesmas dan rumah sakit. Seorang bapak yang hanya menuntaskan pendidikannya di sekolah dasar itu menaruh harapan tinggi pada anak bungsunya dengan mengirimnya ke salah satu pondok yang berada di jombang. Beliau tidak ingin anaknya seperti orang tuanya.
Bapak Mulyono juga pernah merantau jauh di pulau sebrang pada saat beliau masih bujang. Beliau di Sumatra Selatan kurang lebih sekitar 15 tahun lamanya untuk mengais rizqi di pekebunan kopi. Kami mengangguk-anggukkan kepala menanggapi pernyataan beliau. Pertanyaan kami lanjutkan : “mengapa Bapak masih menggunakan becak dengan sepeda kayuh padahal kebanyakan saat ini becak menggunakan mesin motor yang mempermudah si tukang becak ?”. beliau menyimak pertanyaan kami sambil tersenyum. “itu karena dilihat dari segi untung dan ruginya dik, kalau lagi rame ya itu rejekinya kita, tapi kalau sepi kita rugi, lah mesinnya kan juga pakai bensin, yang harganya kemungkinan bisa naik kapan saja, ya toh?”. Kami hanya tersenyum mendengar jawaban dari beliau. Meskipun beliau berlatar belakang pendidikan yang hanya lulusan sekolah dasar, tapi beliau mempunyai pikiran yang lebih dari itu semua. Kami pulang dengan tersenyum yang menyungging cerah. Terima kasih tuhan, terima kasih bapak......
Pertanyaan lanjutan :
Ø  Bagaimana Bapak Mulyono dapat membiayai penuh pendidikan anak bungsunya, jika hanya bekerja sebagai tukang becak dan hanya “di sambi” dengan buruh tani?
Ø  Apa hanya beliau saja yang bergelut dengan pekerjaan, bagaimana dengan istri beliau?
Itu cerita kami apa ceritamu???????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar