Rabu, 02 April 2014

teknik mempersiapkan pidato

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepadaorang banyak. Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orangyang mendengar pidato tersebut. Pada saat berpidato sudah dapat dipastikan bahwa akanterjadi hubungan antara yang berpidato dengan yang diberi pidato.
Oleh sebab itu , maka yang berpidato hendaknya mempersiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya,agar tercapai apa yang diharapkannya. Peranan pidato dalam menyampaikan ide atau informasi secara lisan pada kelompok massa merupakan aktivitas yang sangat penting,baik masa lalu maupun masa yang akandatang. Seorang yang sudah mahir berbicara di depan umum akan dengan mudah menguasai massa dan menawarkan ide-idenya agar dapat diterima orang lain. Salahsatunya dengan menggunakan metode naskah.
Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan oleh seseorang kepada jumlah orang secara langsung bertatap muka, pada makalah ini akan membicarakan tahap apa saja mengenai persiapan pidato. Sehingga pidato yang kita bawakan memiliki daya tarik, informatif, rekratif dan persuasif.
2.      Rumusan Masalah
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan tentang teknik mempersiapkan pidato, antara lain :
1)      Apa yang dimaksud dengan pidato?
2)      Bagaimana cara mempersiapkan pidato?
3)      Bagaimana cara pembawaan atau pelaksanaan pidato?
4)      Bagaimana cara membuka dan menutup pidato?
5)      Etika yang harus dipelajari dalam berpidato?
6)      Apa tujuan dan jenis- jenis berpidato?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengetian Pidato
            Pidato merupakan salah satu bentuk kegiatan berbicara yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap ada acara, baik acara formal maupun informal selalu ada kegiatan berpidato, dari pidato sambutan sampai pada pidato penyampaian informasi ataupun pidato ilmiah. Keterampilan berpidato tidak begitu saja dapat dimiliki oleh seseorang, tetapi memerlukan latihan yang cukup serius dan dalam waktu yang cukup, kecuali bagi mereka yang memang memiliki bakat dan keahlian khusus.
            Menurut Hadinegoropidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, atau wacana yang disiap­kan untuk  diucapkan  di depan khalayak, dengan maksud agar para pendengar dapat mengetahui, memahami, menerima serta diharapkan bersedia melaksana­kan segala sesuatu yang disampai­kan kepada mereka.[1]
B.     Persiapan Pidato
            Pidato merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan persiapan yang cukup. Persiapan pidato ini memiliki peran yang penting karena dengan persiapan yang dilakukan dengan baik, pidato yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Terkait dengan persiapan dan latihan dalam berpidato ini, mengemukakan tujuh langkah dalam mempersiapkan pidato, yaitu:[2]
1.      menentukan topik dan tujuan
2.      menganalisis pendengar dan situasi
3.      memilih dan menyempitkan topik
4.      mengumpulkan bahan
5.      membuat kerangka uraian
6.      menguraikan secara mendetail, dan
7.      melatih dengan suara nyaring.
Ketujuh langkah tersebut dapat diringkas menjadi tiga langkah yang tetap, yaitu: meneliti masalah (1, 2, dan 3), menyusun uraian (4, 5, dan 6), dan mengadakan latihan (7).
             Topik dapat dipilih sesuai dengan tujuan pidato yang akan disampaikan. Untuk mendapat topik yang baik dalam pidato, ada beberapa kriteria atau pedoman yang harus diperhatikan dalam memilihnya. Berikut ini dikemukakan beberapa kriteria yang dapat diacu dalam pemilihan topik tersebut.
1.      Topik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan Anda
Topik yang paling baik adalah topik yang memberikan kemung­kinan Anda lebih tahu daripada khalayak, Anda lebih ahli dibandingkan dengan kebanyakan pendengar.
2.      Topik harus menarik minat Anda
Topik yang paling enak dibicarakan adalah topik yang paling Anda senangi dan menyentuh perasaan Anda. 
3.      Topik harus menarik minat pendengar
4.      Topik harus sesuai dengan pengetahuan pendengar
5.      Topik harus terang ruang lingkup dan pembatasannya
6.      Topik harus sesuai dengan waktu dan situasi
7.      Topik harus dapat ditunjang  dengan bahan yang lain.
Sementara itu, Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S mengungkap­kan bahwa dalam hal penentuan pokok atau topik pembicaraan yang akan disampaikan dalam pidato, perlu memperhatikan hal-hal berikut:[3]
1. Topik yang dipilih hendaknya serba sedikit sudah diketahui dan memungkinkan untuk melengkapinya
2. Persoalan yang disampaikan hendaknya menarik perhatian bagi pembicara sendiri
3. Persoalan yang disampaikan hendaknya juga menarik perhatian pendengar
4.  Tingkat kesulitan  persoalan yang akan dibahas hendaknya disesuai­kan dengan tingkat kemampuan pendengar
5. Persoalan yang disampaikan hendaknya dapat diselesaikan dalam waktu yang disediakan.
Dengan memilih topik yang sesuai dengan tujuan pidato yang akan disampaikan dan sesuai dengan kriteria atau pedoman yang telah ada, diikuti dengan latihan yang baik akan didapatkan pidato yan menarik dan sukses. Dalam mempersiapkan sebuah pidato agar dapat menjadi pidato yang menarik, latihan penyampaian secara efektif merupakan hal yang harus dilakukan.
C.    Pembawaan Pidato
Pelaksanaan atau pembawaan pidato memerlukan persiapan dan latihan yang cukup. Selain persiapan dan latihan yang cukup, masih banyak hal yang harus diperhatikan ketika seseorang menyampaikan pidatonya di depan audiens. Dalam hubungannya dengan persiapan, pelaksanaan, dan akhir wicara atau pidato, Widyamartaya mengemukakan tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) pembawaan awal pembicaraan atau awal pidato, (2) selama berbicara, dan (3) pembawaan akhir wicara. [4]
1.      Pembawaan Awal Pembicaraan
a.       Tenangkan diri Anda sebelum maju ke depan. Bila Anda berdiri di depan orang banyak untuk berbicara, jangan terus berbicara, tapi tenangkan dulu diri Anda. Selama 10 sampai 15 detik berdirilah dengan tenang menya­dari diri, pandanglah para hadirin, dan ambillah nafas dalam-dalam.
b.      Setelah Anda menguasai diri dan mengadakan kontak dengan  pendengar Anda, ucapkan sapaan-sapaan dengan sepenuh hati dan simpatik.
c.       Awalilah pembicaraan Anda dengan menyinggung kesempatan/tempat yang diberikan pada Anda atau apa yang pernah disampaikan pembicara sebelumnya.
d.      Bangkitkan minat hadirin dengan mengutarakan suatu kejadian yang aktual, data statistik, suatu pertanyaan, alat peraga, menyinggung pentingnya suatu masalah, dan sebagainya.
2.      Selama Berbicara
a.       Menggunakan pause, jeda sementara untuk memberi kesempatan kepada pendengar guna mencerna penjelasan yang baru disampaikan, sekaligus sebagai persiapan untuk memasuki persoalan berikutnya.
b.      Pembicaraan diselingi dengan sapaan-sapaan yang bervariatif.
c.       Kata-kata atau frase yang penting ditekankan dengan intonasi khusus.
d.      Nada dan suara harus dapat bervariasi.
e.       Dukunglah pembicaraan dengan mimik, intonasi, dan solah bawa yang tepat.
f.       Pembicaraan diusahakan logis dan sistematis.
3.      Pembawaan Akhir Berbicara
a.       Perhitungkan kemampuan pendengar dan pembicara, jangan bernafsu bicara banyak dan jangan kita mengikuti perasaan kita sendiri.
b.       Bila gagasan yang akan disampaikan sudah memadai segera berhenti. Bicara yang berkepanjangan biasanya hasil dari pemikiran yang kurang lama atau masak.
c.       Bila pembicaraan cukup panjang, kemukakan ringkasan pokok persoalan yang disampaikan. Tekankan atau tandaskan sekali lagi maksud pokok pembicaraan Anda.
d.      Akhiri pembicaraan Anda dengan semangat yang menyala, tidak turun atau melemah.
e.       Hindarkan basa-basi yang tidak perlu, misalnya ucapan “Saya kira cukup sekian pembicaraan Saya”, ucapkan saja “Terima kasih atas perhatian Saudara.”
f.        Wajah dan gerak-gerik hendaklah selalu memancarkan suatu keperca­yaan diri. Hindarkan gerak-gerik yang kurang baik, seperti penyeringai­an, buru-buru, angkat bahu, dan sebagainya.

D.    Cara Membuka dan Menutup Pidato
1.       Cara Membuka Pidato
            Pembukaan dalam berpidato memiliki peranan yang cukup besar dalam kesuksesan berpidato. Kalau dalam pembukaan pidato sudah bagus, maka pendengar akan merasa tertarik untuk mengikuti uraian pidato selanjutnya. Jalaluddin Rachmat menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membuka dan menutup pidato[5]. Cara dan waktu yang dibutuhkan dalam membuka pidato menurutnya  sangat bergantung pada topik, tujuan, situasi, khalayak, dan hubungan antara komunikator dan komunikan. Adapun cara-cara membuka pidato tersebut dapat dipilih salah satu dari yang berikut:
1.      Langsung menyebutkan pokok persoalan. Komunikator menyebutkan hal-hal yang akan dibicarakannya dan memberikan kerangka pembicara­annya. Cara ini biasanya dilakukan bila topik adalah pusat perhatian khalayak.
2.      Melukiskan latar belakang masalah.
      Komunikator menjelaskan sejarah topik, membatasi perngertian, dan menyatakan masalah-masalah utamanya.
3.      Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak.
4.      Menghubungkan dengan peristiwa yang  sedang diperingati.
5.      Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato.
6.      Menghubungkan dengan suasana emosi (mood) yang tengah meliputi khalayak.
7.      Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu
8.      Menguhubungkan dengan keperluan vital pendengar
9.      Memberikan pujian pada khalayak atas prestasi mereka
10.  Memulai dengan pernyataan yang mengejutkan
11.  Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan
12.  Menyatakan kutipan
13.  Menceritakan pengalaman pribadi
14.  Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotetis
15.  Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya
16.  Membuat humor.

2.      Cara Menutup Pidato

            Selain pembukaan pidato, masalah penutupan pidato juga menjadi masalah yang penting. Penutup pidato paling tidak harus dapat menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya persuasi, mendorong pemikiran dan tindakan yang diharapkan, menciptakan klimaks dan menimbulkan kesan terakhir yang positif. Dalam sebuah pidato, dikenal dua macam cara menutup pidato yang buruk, yaitu: berhenti tiba-tiba tanpa memberikan gambaran komposisi yang sempurna dan  berlarut-larut tanpa pengetahuan di mana harus berhenti.
            Berikut ini beberapa cara menutup pidato sebagaimana yang diungkapkan oleh Rachmat (1999: 60-63):
1.      Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
Cara yang paling mudah dalam menyimpulkan ini adalah dengan membilangnya dalam urutan satu, dua, tiga, dan seterusnya.
2.      Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan setelah menyebutkan ikhtisar pidato atau tanpa ikhtisar pidato.
3.      Mendorong khalayak untuk bertindak (Appeal for Action).
Cara ini biasanya dipakai terutama untuk menutup pidato persuasif yang ditujukan untuk memperoleh tindakan tertentu dari khalayak.
4.      Mengakhiri dengan klimaks.
Karena akhir pidato merupakan puncak seluruh uraian, maka menuju penutup pidato dapat dilakukan dengan uraian menjadi lebih penting dan lebih patut mendapat perhatian.
5.      Mengatakan kutipan sajak, kitab suci, peribahasa, atau ucapan ahli.
Kutipan dapat menambah keindahan komposisi, asal kutipan yang dipakai tersebut ada kaitannya dengan tema yang dibicarakan atau menunjukkan  arah tindakan yang harus dilakukan.
6.      Menceritakan contoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan.
Ilustrasi ini harus berbentuk cerita yang menarik perhatian yang menghidupkan jalannya uraian. Panjang pendeknya cerita dapat disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
7.      Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara.
8.      Memuji dan menghargai khalayak.
Pujian yang efektif adalah pujian yang wajar, ikhlas, dan tidak berlebih-lebihan.
9.      Membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
Kalau bukan ahli, cara menutup pidato inilah yang paling sukar dilakukan.
              Sebaiknya penutup pidato diucapkan secara bebas, jangan membaca pada teks, karena akan membawa efek yang kurang meyakin­kan. Pembicara harus mengucapkan secara bebas, dan diucapkan dengan kontak mata yang sugestif terhadap pendengar.
E.     Etika dalam berpidato
Dalam menyampaikan pidato harus menjaga etika – etika , diantaranya :
1.      Mengenakan pakaian yang sesuai dengan suasana pertemuan, rapi, bersih dan sopan
2.      Tampil dengan bersahaja, sopan dan rendah hati
3.      Menyisipkan beberapahumor segar dalam pidato
4.      Gunakan kata-kata yang sopan, halus dan sederhana
5.      Sebagai kata penutup jangan lupa mengucapkan maaf bila terdapat tutur kata yang kurang berkenan dan lain-lain.
E.     Tujuan Pidato
Pidato umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini :
1.      Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan sukarela.
2.      Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.
3.      Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.
4.      Edukatif, yaitu berupaya untuk menekankan pada aspek-aspek pendidikan

F.        Jenis-jenis Pidato

            Berdasarkan ada tidaknya persiapan dalam pidato, Rachmat (1999: 17-18) membagi jenis pidato menjadi empat macam, yaitu pidato impromtu, manuskrip, memoriter, dan ekstempore. Tokoh lain menyebut empat bentuk ini bukan sebagai jenis pidato, tetapi merupakan metode pidato.

1.      Pidato Impromtu
            Pidato impromptu adalah pidato yang disampaikan tanpa adanya persiapan dari orang yang akan berpidato. Misalnya, ketika Anda datang ke suatu pesta, kemudian Anda diminta untuk menyampaikan pidato, maka pidato yang Anda sampaikan tanpa adanya persiapan terlebih dahulu tersebut dinamakan pidato impromtu. Bagi mereka yang sudah terbiasa berpidato, pidato impromtu ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah (1) impromtu lebih dapat mengungkapkan perasaan pembicara yang sebenarnya, karena pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang disampaikannya, (2) gagasan dan pendapatnya datang secara spontan, sehingga tampak segar dan hidup, dan (3) impromtu memungkinkan Anda terus berpikir.   
            Namun demikian, impromtu ini memiliki beberapa kelemahan, terutama bagi pembicara atau orang yang belum terbiasa berpidato. Kelemahan-kelemahan impromtu tersebut antara lain adalah (1) impromtu dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah karena dasar pengetahuan yang tidak memadai, (2) impromtu mengakibatkan penyampaian yang tersendat-sendat dan tidak lancar, (3) gagasan yang disampaikan bias “acak-acakan” dan ngawur, (4) karena tiadanya persiapan, kemungkinan “demam panggung” besar sekali.
            Menurut Jalaludin Rachmat (1999: 17) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dijadikan pegangan ketika pidato impromtu harus dilakukan. Hal-hal tersebut antara lain adalah:
1.      Pikirkan lebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik. Misalnya: Cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi, dan sebagainya.
2.      Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: susunan kronologis, teknik pemecahan masalah, kerangka sosial ekonomi-politik, hubungan teori dan praktik.
3.      Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan. Kesukaran menutup pidato biasanya merepotkan pembicara impromtu.

2.      Pidato Manuskrip
            Pidato jenis manuskrip ini juga sering disebut pidato dengan naskah. Orang yang berpidato mmembacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Pidato jenis manuskrip ini diperlukan oleh tokoh nasional dan para ilmuwan dalam melaporkan hasil penelitian yang dilakukannya. Mereka harus berbicara atau berpidato dengan hati-hati, karena kesalahan pemakaian kata atau kalimat akibatnya bisa lebih luas dan berakibat negatif. 
Keuntungan pidato manuskrip antara lain adalah (1) kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang tepat dan pernyataan yang gamblang, (2) pernyataan dapat dihemat, karena manuskrip dapat disusun kembali, (3) Kefasihan bicara dapat dicapai, karena kata-kata sudah disiapkan, (4) hal-hal yang ngawur atau menyimpang dapat dihindari, (5) manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak.
            Akan tetapi kalau dilihat dari proses komunikasi, kerugian pidato manuskrip ini akan lebih berat , di antaranya adalah (1) komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung kepada mereka, (2) pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku, (3) Umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan, (4) pembuatannya lebih lama daripada sekedar menyiapkan garis-garis besarnya saja.
            Agar dapat menghindari berbagai kelemahan dari pidato manuskrip ini, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini:
1.      Susunlah lebih dahulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-bahannya.
2.      Tulislah manuskrip seolah-olah Anda berbicara. Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung.
3.      Baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan pendengar.
4.      Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas.

3.      Pidato Memoriter
            Pidato jenis ini juga sering disebut sebagai pidato hafalan.  Pembicara atau orang yang akan berpidato menulis semua pesan yang akan disampaikan dalam sebuah naskah kemudian dihafalkan dan disampaikan kepada audiens kata-demi kata secara hafalan. Pidato memoriter ini sering menjadi tidak dapat berjalan dengan baik apabila pembicara lupa bagian yang akan disampaikan, dan dalam pidato ini hubungan antara pembicara dengan audiens juga kurang baik.
            Kekurangan pidato jenis ini antara lain adalah: tidak terjalin saling hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada usaha mengingat-ingat.
4.      Pidato Ekstemporer
            Pidato ekstemporer ini adalah jenis pidato yang paling baik dan paling banyak digunakan oleh juru pidato yang telah mahir. Dalam pidato jenis ini, pembicara hanya menyiapkan garis besar (out-line) saja. Dalam penyampaiannya, pembicara tidak mengingat kata demi kata tetapi pembicara bebas menyampaikan ide-idenya dengan rambu-rambu garis besar permasalahan yang telah disusun. Komunikasi yang terjadi antara pembicara dengan audiensnya dapat berlangsung dengan lebih baik. Pembicara dapat secara langsung merespons apa yang terjadi di hadapannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
            Bagi pembicara yang belum mahir berpidato, pidato jenis ekstempore ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut di antaranya adalah: persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang jelek, kefasihan yang terhambat karena kekurangan memilih kata dengan segera, kemungkinan menyimpang dari garis besar pidato (out-line), tentu saja tidak dapat dijadikan bahan penerbitan.  Akan tetapi, kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi dengan banyak melakukan latihan berpidato..



BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan dalam teknik mempersiapkan pidato yang dapat kita perhatikan atau kita tinjau dari jenis-jenis pidato, jenis pidato ada empat, pertama impromtu, kedua manuskrip, ketiga memoriter dan keempat ekstempore. Dengan mengetahui jenis-jenis ini tentu mempermudah kita dalam berpidato
Berikut memilih topik dan tujuan pidato. dalam pemilihan topik banyak sekali yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan. seperti pengetahuan, pendidikan, situasi, dan lainnya. tujuan tidak lain dan tidak bukan agar pidato kita terarah, tepat sasaran dan bermanfaat tentunya
Pidato yang baik dan efesien dapat  memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau berbicara yang baik di depan publik / umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik.



DAFTAR PUSTAKA
Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Hadinegoro, Luqman. 2003. Teknik Seni Berpidato Mutakhir. Yogyakarta: Absolut.
Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Retorika Modern Pendekatan Praktis, Cetakan ke-5. Bandung: Remaja Rosda Karya.









[1] Luqman  Hadinegoro. 2003. Teknik Seni Berpidato Mutakhir. Yogyakarta: Absolut hal: 1
[2] Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah  hal: 317
[3] Maidar G Arsjad. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta hal: 57
[4] Widyamartaya, A. 1980. Kreatif Berwicara. Yogyakarta: Kanisius hal: 32-35
[5] Jalaluddin Rakhmat. 1999. Retorika Modern Pendekatan Praktis, Cetakan ke-5. Bandung: Remaja Rosda Karya hal 52-63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar